Rahasia guru, kejayaan Kediri, Majapahit dan Sriwijaya.

Kenapa orang Jawa mengatakan bahwa Guru harus digugu dan ditiru ?

Kenapa guru adalah salah satu profesi yang sangat dimuliakan ?

Kita tidak akan bisa memahaminya, sebelum mengetahui sejarah dan makna guru yang sesungguhnya.

Pada jaman Kediri, Majapahit dan Sriwijaya, dikenal empat tahap kehidupan. Yang secara alami dijalani seluruh manusia sampai sekarang.

Yaitu:

1. Tahap belajar.
2. Tahap bekerja dan menikah.
3. Tahap pensiun.
4. Menjadi Guru.

Yang cukup aneh adalah nomer 3 dan 4. Bagaimana bisa pensiun dulu baru menjadi Guru ?

Guru pada jaman itu hanya untuk orang-orang yang telah mencapai 4 kesuksesan.

Yaitu:

1. Terbukti sukses saat menjadi pelajar.
2. Terbukti sukses saat bekerja, sampai puncak karir. Yang tentunya diikuti dengan kekayaan yang berlimpah.
3. Terbukti sukses dalam mengemudikan biduk rumah tangganya.
4. Memiliki moral dan reputasi yang baik saat mencapai 3 kesuksesan sebelumnya.

Sebagai pelajar tidak lancung, dll.
Saat bekerja tidak korupsi, dll.
Saat berumah tangga setia, tidak selingkuh, dll.

Ternyata itupun belum cukup. Mereka harus melalui tahap pensiun.

Tahap pensiun mereka sangat berbeda dengan yang kita pahami sekarang.

Mereka menjauh dari keramaian kota, untuk melakukan kilas balik perjalanan hidupnya. Semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Memohon petunjuk, agar bisa membaktikan seluruh ilmu, harta dan hidupnya, untuk Tuhan dan masyarakat.

Bahwa apapun yang dia miliki, dengan tulus dan ikhlas dikembalikan kepada pemilikNYA. Lahir tidak membawa apapun, mati juga sama.

Setelah mendapat "hidayah", mereka akan kembali ke masyarakat, membuka perguruan.

Perguruan di jaman itu, tidak hanya gratis, tetapi juga menanggung seluruh kebutuhan hidup muridnya, sepenuhnya dari kekayaan sang Guru.

Sayangnya, tidak semua murid bisa diterima. Seleksi sangat sulit dan ketat. Seleksi moral dan mental yang paling utama.

Bagaimana yang tidak lolos seleksi ? Tetap bisa ikut belajar, dengan menanggung sendiri biaya hidupnya. Dan hanya akan bertemu dengan para pengajar. Tidak akan pernah di ajar langsung oleh Sang Guru.

Mutu pendidikan pada jaman itu sangat terkenal di seluruh dunia. Pada pelajaran sejarah mencatat, bahwa tidak sedikit pelajar dari luar negri, yang menuntut ilmu di Nusantara.

Bahkan mereka sudah cukup senang, biarpun hanya bertemu dengan para pengajar. Tidak langsung diajar oleh Sang Guru.

Setiap perguruan, secara alami, ilmunya sangat khas dan khusus. Sesuai profesi terakhir dari sang Guru. Jika disebutkan dengan istilah profesi jaman sekarang, ada yang mantan jenderal, pengacara, professor, pengusaha , dll.

Mengingat begitu sulitnya menjadi Guru, negara membebaskan perguruan tersebut, dari kewajiban keuangan apapun. Disebut Tanah Perdikan, seluruh properti perguruan, bebas pajak.

Itu pula sebabnya, jumlah Guru sangat sedikit. Tetapi jumlah pengajar sangat banyak.

Pada masa itu, cita-cita hanya cukup dua:

1. Di masa muda menjadi murid yang sukses, lalu menjadi pengajar yang hebat.

2. Di masa tua menjadi Guru.

Kenapa harus menjadi pengajar yang hebat ?

Karena apapun ilmu yang dia pelajari, entah hukum, bisnis, teknik dll. Belum bisa dianggap lulus, jika dia belum bisa mengajar ilmu tersebut dengan sempurna di perguruannya masing-masing.

Dengan demikian tidak akan diijinkan turun gunung, meniti karir. Akibatnya akan lambat menikah, siapa yang mau berjodoh dengan pengangguran ?

Kenapa ingin menjadi Guru ?

Karena itu pencapaian tertinggi dalam kehidupan duniawi. Sebuah bukti bahwa seseorang berhasil melampaui semua tahap kehidupan, tanpa cacat dan cela.

Banyak yang bisa mengajar dengan hebat, berkarir dengan cemerlang, tetapi sekali berbuat cacat & cela, langsung tertutup jalan menjadi Guru.

Begitu mulianya " Jalan Guru " maka setiap orang, apapun profesinya, ingin mengisi akhir hidupnya sebagai Guru.

Bagaimana nasib perguruan, jika sang Guru meninggal ?

Biasanya tidak jauh di sekitar perguruan, ada beberapa orang yang sedang berada di tahap pensiun.

Para pensiunan ini, sengaja tinggal di dekat situ, karena satu ilmu dengan sang Guru. Juga untuk mendapatkan bimbingan spiritual dan petunjuk, jika menemui masalah dalam menyelesaikan tahap pensiun.

Sebelum Guru meninggal, biasanya sudah disepakati, siapa pensiunan yang akan melanjutkan kepemimpinannya.

Saat proses suksesi, biasanya Guru yang baru juga menyerahkan kekayaannya ke perguruan.

Dengan cara demikian perguruan tidak hanya berkembang secara materi, ilmu yang diajarkan juga semakin berkembang. Dengan datangnya Guru-guru baru.

Jadi kenapa orang Jawa menyebut Guru harus di gugu dan ditiru ?

Karena pada jaman itu, Guru adalah orang yang terbukti berhasil dalam bidang ilmunya, bukan orang yang selesai belajar langsung mengajar, moralnya telah teruji.

Kehidupannya tidak hanya layak untuk diteladani, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan pencerahan.

Bahkan segala ilmu, kekayaan dan pengalaman hidupnya, yang dikumpulkan dengan susah payah, diberikan kembali ke masyarakat. Dengan tulus dan ikhlas, tanpa keraguan.


Kita bisa memaklumi, bahwa pernah ada kerajaan-kerajaan agung di Nusantara, karena kehadiran para Guru Sejati.

Teaser dari "Inao", salah satu judul pementasan Teater Tradisional Thailand, Yang menceritakan  romantisme para pangeran dan putri pada jaman kejayaan Kerajaan Kediri.

Kerajaan Kediri pernah punya pengalaman pahit, akibat melecehkan para Guru Sejati.

Ketika Raja Kertajaya berkuasa, beliau mulai mengganggu banyak perguruan di Kediri, dengan urusan politik dan kewajiban membayar pajak seperti warga negara biasa.

Para Guru yang fokus pada amal, ibadah, pendidikan dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, menjadi prihatin.

Akhirnya mereka bermigrasi ke wilayah Ken Arok. Ken Arok tentu menyambut dengan senang hati. Bagaikan kedatangan tambang emas.

Kehilangan para Guru, Kediri hanya memiliki Raja yang sombong dan rakyat yang bodoh. Dengan mudah ditaklukan oleh Ken Arok.

Walaupun akhirnya Jayakatwang dari Kediri berhasil menggulingkan Ken Arok. Tetap tidak mampu mengetuk hati para Guru, kembali ke Kediri.

Para Guru tetap bertahan dengan Raden Wijaya, yang mampu meruntuhkan Kediri untuk kedua kalinya. Lalu bersama para Guru, membesarkan Majapahit.

Mungkin sejarah akan jauh berbeda, jika Kerajaan Kediri terus melestarikan dan melindungi keberadaan para Guru Sejati, sampai sekarang.

Mungkin Kerajaan Kediri sekarang sudah lebih besar dari Indonesia, atau bahkan Majapahit.



Semoga menjadi inspirasi, untuk anda yang sedang menuntut ilmu.


Berkaca diri, saya sangat malu. Di usia sekarang belum mencapai kesuksesan karir. Hidup saya belum teruji secara moral.

Saya berharap anda tidak mengulangi kesalahan saya. Lebih bijak dalam mempergunakan waktu dan kesempatan.

Semoga anda semua menjadi Guru Agung, Guru Sejati. Aamiin.

courtesy soloraya.com
Kediri sekarang, tertatih-tatih menjaga warisan budaya yang sudah di ujung kehancuran.

Kirab Pusaka di Area Raja Sri Aji Jayabaya

0 Response to "Rahasia guru, kejayaan Kediri, Majapahit dan Sriwijaya."

Posting Komentar